PULAU Alor seperti persinggahan sebelum
memasuki surga taman bawah laut yang dipuja-puji para penyelam.
Persinggahan yang terbingkai sempurna dalam siraman sinar matahari
tumpah-ruah dan bentangan laut biru berkilau-kilau.
Pulau Alor di
Nusa Tenggara Timur (NTT) tergolong salah satu pulau terluar di wilayah
Indonesia yang perairannya berbatasan dengan Timor Leste. Dari pulau
mungil ini, tersebar cerita hingga ke mancanegara tentang keindahan
taman-taman bawah lautnya yang memukau.
Bersepeda motor ke
Batu Putih merupakan pilihan paling fleksibel mengingat sebagian medan
jalan yang dilalui rupanya kecil, naik turun membelah bukit di bibir
pegunungan.
Pantai Batu Putih di Kecamatan Kabola, dapat ditempuh
searah dengan jalan menuju ke Bandar Udara Mali. Bandar udara itu
menjadi akses krusial gerbang masuk Pulau Alor. Turis biasanya singgah
di Bandara El Tari di Kupang sebelum melanjutkan 45 menit penerbangan
menuju Alor. Turis yang datang di Alor selama ini dapat dipastikan
didominasi para penyelam.
berbagai pohon dan tanaman yang ditemui
sepanjang perjalanan. Pohon kenari yang banyak tumbuh–hingga Kota
Kalabahi pun dijuluki Kota Kenari–pohon asam, lamtoro, kapuk, juga pohon
aren penghasil minuman tuak yang disebut penduduk setempat sebagai
sopi. Tanaman yang disebut kolam susu pun terlihat banyak tumbuh liar di
tepian jalan. Dedaunan kolam susu itulah yang kerap digunakan para
perajin tenun di Alor untuk racikan perendam benang agar seratnya kuat
menyerap pewarna.
Rumah tradisional penduduk Alor
Disini juga terdapat pantai yang indah dan Hanya pantai
putih bersih yang tampil agung dengan air laut bening berwarna kebiruan
serupa permata. Pantai itu menghadap laut lepas yang dapat
membawa kapal berlabuh di Pulau Wetar, Maluku. Sungguh penemuan yang
memuaskan.
katanya Dulu pernah ada rencana kawasan ini akan dibuka resor, tapi belum ada tanda-tanda terwujud
Pulau Kepa
Salah
satu persinggahan yang juga menarik di Alor adalah Pulau Kepa, yang
dapat ditempuh dengan perahu kecil dari dermaga di Alor Kecil selama
sekitar 10 menit saja. Pulau mungil seluas 32 kilometer persegi ini
dikelola sepasang suami istri berkewarganegaraan Perancis, Cédric Lechat
dan Anne Lechat.
Pasangan itu mulai jatuh cinta pada Alor sejak
kunjungan di tahun 1990-an. Akhirnya, di tahun 1998, mereka tinggal dan
membuka resor satu-satunya di pulau itu, La P’tite Kepa.
Cédric
sendiri adalah seorang penyelam bersertifikat yang menjadi operator
aktivitas penyelaman di perairan Alor. Oleh karena itu, mayoritas turis
yang menginap di La P’tite Kepa adalah para penyelam. ”Tapi resor ini
tutup setiap akhir tahun hingga bulan Maret. Kami pulang ke Perancis,”
kata Anne, ibu beranak dua.
Sore itu waktu bagi Anne untuk
membimbing belajar kedua anak perempuannya, Lila dan Anouk. Bersama
kedua orangtuanya, kedua anak itu menjalani kehidupan di pulau sunyi dan
bersekolah secara homeschooling. Di tengah pulau, keluarga Cédric
tinggal dalam pondok yang begitu cantik beratapkan ilalang kering,
mengingatkan pada cerita petualangan karya Enid Blyton.
dahulu Kepa adalah pulau tak berpenghuni yang kerap menjadi tempat
untuk mempersembahkan sesajen dan bersembahyang bagi masyarakat
penganut kepercayaan leluhur. Legenda yang dipercayai masyarakat
setempat menyebutkan, di pulau itu pernah hidup seekor naga, yang
menurut Juan boleh jadi sebenarnya adalah ular yang berukuran sangat
besar. Tak heran, dalam ragam tenun asal Alor pun ditemui motif naga
serupa ular.
Di resor, Cédric dan Anne membuat bungalo-bungalo serupa rumah
tradisional penduduk Alor yang tinggal di pegunungan. Bungalo itu
beratap ilalang kering dengan bale-bale di bagian bawah dan ruang tidur
di langit-langitnya.
Kendati tiada pantai berpasir putih yang
cukup luas seperti di Batu Putih, kita dapat menikmati Kepa yang sunyi
dengan berleha-leha di ayunan kain yang terpasang di setiap bale-bale bungalo.
Menikmati buaian semilir angin laut dalam ayunan kain seperti itu, rasanya memang tak perlu apa-apa lagi dalam hidup. mudah-mudahan kita bisa segera kesana ya sobat...!!!