Persaingan
pasar maskapai murah telah dimulai sejak 36 tahun yang lalu. Yaitu pada
saat maskapai Amerika Serikat, Southwest Airlines mulai membelah langit
negara Paman Sam. Pendirinya, Rollin King dan Herb Kelleher sepakat
untuk bekerjasama dan memulai bisnis maskapai dengan jenis yang berbeda.
Mereka berpegangan kepada empat prinsip utama: menerbangkan satu
jenis pesawat saja sehingga menghemat ongkos perawatan, menjaga biaya
agar tetap rendah, membuat durasi bolak balik pesawat secepat mungkin,
menghilangkan kesetiaan pelanggan dan skema jarak terbang. Mereka hanya
berpegang pada satu semboyan "Jika anda ingin membawa penumpang anda
pada tempat tujuan tepat waktu, dengan harga tiket semurah mungkin dan meyakinkan bahwa mereka senang dengan penerbangan itu, orang-orang akan terbang dengan maskapai anda".
Dan semboyan itu memang benar adanya. Southwest Airlines sekarang
menjadi maskapai terbesar ketiga di dunia dari sisi penumpang yang
dibawa. Maskapai dengan harga rendah mulai menyebar di seluruh dunia. Di
Eropa terdapat Ryanair yang berdiri tahun 1991, WestJet di Kanada tahun
1996, Virgin Blue di Australia mulai tahun 2000, GOL di Brasil tahun
2001, AirAsia di Malaysia tahun 2002, Kalula di Afrika Selatan tahun
2003 dan Air Deccan di India tahun 2004.
Lalu, apa resep maskapai-maskapai tersebut supaya bisa tetap melayani
penumpang dengan harga yang murah? Dilansir dari website airasia.com,
berikut beberapa kunci maskapai-maskapai tersebut supaya tetap untung
meski harga tiketnya miring.
1. Penggunaan pesawat dengan frekuensi tinggi
Salah satu kunci untuk menekan biaya operasional adalah dengan
mempergunakan pesawat sesering mungkin. Menurut airasia.com, pesawat
harus mulai dioperasikan sepagi mungkin dan diakhiri dengan penerbangan
terakhir pada dini hari. Durasi pesawat kembali mengudara adalah hal
yang kritis. Pastikan bahwa pesawat seminimal mungkin berada di darat,
karena pesawat itu akan menghasilkan uang jika berada di udara.
Waktu pesawat AirAsia adalah sekitar 25 menit, dibandingkan dengan
maskapai reguler yaitu 1 jam. Penggunaan pesawat AirAsia adalah 12 jam
per hari di udara, dibandingkan dengan pesawat reguler yang rata-rata 8
jam per hari.
2. Tidak ada pelayanan gratis
Fokus bisnis maskapai bertarif rendah adalah membawa penumpang dari
tujuan A ke B. Hal lain adalah dianggap suatu kemewahan, yang bisa
dibebankan dengan biaya yang relatif rendah. Beberapa 'kemewahan' yang
harus dibayar antara lain adalah makanan, memilih bangku dengan gratis,
pencetakan tiket, pengembalian uang tiket bila perjalanan batal, dan
tidak ada program kesetiaan pelanggan.
3. Sistem operasi sederhana
Maskapai dengan tarif rendah harus hanya mempunyai satu tipe pesawat
saja. Jadi Pilot, pramugari dan pramugara, serta mekanik hanya dilatih
untuk satu tipe pesawat saja. Selain itu juga tidak ada kelas bisnis dan
ekonomi. Semua tempat duduk sama. Tak hanya itu, AirAsia amat
menekankan prosedur standar operasi yang amat ketat.
4. Fasilitas yang amat standar
Tak jarang AirAsia lebih memilih terminal atau bandara yang khusus
untuk maskapai dengan tarif rendah. Contohnya saja di Kuala Lumpur yaitu
Low Cost Carrier Terminal (LCCT) daripada Kuala Lumpur International
Airport. Dan satu lagi, AirAsia tidak mempunyai Lounge yang mencerminkan
kemewahan.
5. Jaringan yang pendek
Untuk menghemat biaya, maskapai penerbangan murah tidak pernah
menggunakan sistem transit. Apalagi bekerjasama dengan maskapai lain
untuk penerbangan yang melibatkan transit. Pada umumnya, penerbangan
AirAsia kurang dari 3 jam. Mereka juga tidak pernah bekerjasama dengan
maskapai lain untuk melanjutkan tujuan penerbangan atau membuat label
pada barang bawaan bagasi dan mentransfernya dari satu pesawat ke yang
lain.
6. Sistem distribusi yang hemat
Ongkos distribusi adalah hal yang seringkali dilupakan oleh maskapai
dengan penerbangan tarif standar. Biasanya, maskapai dengan tarif
standar akan bergantung pada agen travel untuk menjual tiketnya. Namun,
menurut AirAsia itu hanyalah memboroskan ongkos distribusi.
Oleh karena itu, AirAsia bekerjasama dengan penyedia kartu kredit.
"Itu sama saja dengan sales kartu kredit juga sales kami. Sangat
menghemat ongkos," ujar AirAsia.com. Selain itu, maskapai asal Malaysia
ini juga mengedepankan penjualan melalui internet. Terbukti penjualan
melalui internet meraup 65 persen dari total konsumen. AirAsia juga
membangun sedikit kantor penjualan dan tidak bekerjasama dengan agen
travel. Bahkan, tiket juga bisa dibeli melalui call centre.
AirAsia dengan gamblang menceritakan rahasianya. Poinnya adalah,
seberapa banyak maskapai dalam negeri yang mampu menjalankan semua resep
itu dan bersaing dengan tarif rendah lain?